SISTEM POLITIK DAN PEMERINTAHAN
DI DUNIA
Oleh : Eben Ezher Pakpahan, Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Riau
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar
Belakang
Sistem
politik identik dengan kehidupan politik masyarakat dan kehidupan politik
pemerintah. Pada pengertiannya, sistem adalah
keseluruhan yang kompleks dan terorganisasi, sedangkan politik berarti
ketatanegaraan atau kenegaraan. Sehingga Sistem
Politik dapat diartikan sebagai sarana interaksi antara pemerintah dan
masyarakat dalam proses pembuatan dan pengambilan kebijakan yang mengikat
tentang kebaikan bersama antara masyarakat yang berada dalam suatu wilayah
tertentu. Kemudian, Sistem pemerintahan diartikan sebagai suatu tatanan
utuh yang terdiri atas berbagai komponen pemerintahan yang bekerja saling
bergantungan dan memengaruhi dalam mencapaian tujuan dan fungsi pemerintahan.
Sitem
Politik merupakan kesatuan antara struktur dan fungsi-fungsi politik. Struktur
politik diibaratkan mesin sedangkan komponennya disebut fungsi. Struktur
Politik, terdiri dari suprastruktur dan infrastruktur. Suprastruktur,
menjalankan output, dan Infrastruktur menjalankan input Fungsi Politik terdiri
dari perumusan kepentingan, pemaduan kepentingan, pembuatan kebijakan umum,
penerapan kebijakan, pengawasan pelaksanaan kebijakan. Fungsi lainnya adalah:
Komunikasi Politik, Sosialisasi Politik dan Rekrutmen Politik.[1]
Berbicara tentang sistem politik suatu negara,
berarti membicarakan interaksi aktif yang erat, selaras, saling mengisi, saling
memberi pengertian, antara komponen suprastruktur politik, sehingga terdapat
suasana kehidupan kenegaraan yang harmonis dalam menentukan kebijakan umum dan
menetapkan keputusan politik.
Setiap negara dalam menjalankan pemerintahannya, memiliki
sistem yang berbeda-beda. Ada banyak sistem pemerintahan yang dianut oleh
negara-negara di dunia antara lain yaitu presidensial, parlementer, dan
referendum. Sitem pemerintahan negara-negara di dunia berbeda-beda sesuai
dengan kondisi sosial-budaya dan politik yang berkembang di negara yang
bersangkutan. Makalah ini akan membahas bagaimana sistem politik, bentuk
pemerintahan, serta sistem pemerintahan yang dianut oleh berbagai negara.
1.2.Rumusan Masalah
1.2.1. Bagaimana Model Sistem politik yang dianut oleh berbagai
negara?
1.2.2. Bagaimana Bentuk pemerintahan yang dianut berbagai negara ?
1.2.3. Bagaimana Sistem pemerintahan yang dianut berbagai negara ?
1.3.Tujuan
Penulisan
1.3.1. Untuk
Melengkapi tugas kelompok mata kuliah Dasar-dasar Politik mengenai sistem
politik dan pemerintahan
1.3.2. Untuk
mengetahui sistem politik apa saja yang dianut oleh berbagai negara
1.3.3. Untuk
mengetahui bentuk pemerintahan apa saja yang dianut oleh berbagai negara
1.3.4. Untuk
mengetahui sistem pemerintahan apa saja yang dianut oleh berbagai negara
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Model Sistem Politik yang Dianut
Oleh Berbagai Negara
Untuk membedakan berbagai
sistem politik di dunia dapat dilakukan melalui dua kriteria sebagai berikut :
1)
Siapa yang
memerintah :
a.
Apabila yang
memerintah terdiri dari beberapa orang atau sekelompok kecil orang, maka sistem
politik ini disebut pemerintahan “dari atas” atau disebut oligarki, otoriter
ataupun aristokrasi.
b.
Apabila yang
memerintah terdiri atas banyak orang, maka sistem politik ini disebut
demokrasi
2) Ruang lingkup jangkauan
kewenangan pemerintah :
a. Apabila kewenangan pemerintah pada prinsipnya mencakup segala sesuatu yang
ada dalam masyarakat, ini disebut totaliter
b. Apabila pemerintah memiliki kewenangan yang terbatas dan membiarkan sebagian
besar kehidupan masyarakat mengatur diri sendiri tanpa campur tangan dari
pemerintah serta apabila kehidupan masyarakat dijamin dengan tata hukum yang
disepakati besama, maka system ini disebut liberal.
Penjelasan dari
beberapa model sistem politik yang telah disebutkan di atas dan pernah/masih
berlaku di dunia adalah sebagai berikut :
1) Sistem
Politik Otokrasi Tradisional
Sistem
ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut,
a. Faktor
Kebaikan Bersama
Faktor
ini menyangkut pemahaman dua hal, yaitu persamaan individu dan kebebasan
politik individu.
b. Faktor
identitas Bersama
Faktor
yang mempersatukan masyarakat dalam sistem politik ialah faktor primordial.
Faktor primodial seringkali terjelma dalam pribadi pemimpin, sehingga pemimpin
menjadi lambang kebersamaan dalam suku bangsa, ras, atau agama.
c. Faktor
hubungan kekuasaan
Kekuasaan
dalam sistem ini cenderung bersifat pribadi, negatif, dan sebagian kecil
bersifat konsensus(kesepakatan). Otokrat merupakan personifikasi identitas
bersama dan lembaga-lembaga politik yang ada. Walaupun dalam kenyataannya
otokrat menyerahkan pelaksanaan pemerintahan kepada para pejabat yang menjadi
pembantunya, kualitas pribadinya sangat menentukan cara dan corak pelaksanaan
kekuasaan dalam sistem ini.
d. Legitimasi
Kewenangan
Kewenangan
otokrat bersumber dan berdasarkan tradisi. Ia memiliki kewenangan karena
merupakan keturunan dari pemimpin terdahulu. Para pendahulunya dipandang oleh
masyarakat sebagai orang yang harus memerintah karena asal-usul dan kualitas
pribadinya.
e. Hubungan
Ekonomi dan Politik
Jurang
politik (kekuasaan) yang lebar antara penguasa dan penduduk di pedesaan juga
terdapat dalam bidang ekonomi, yaitu antara otokrat beserta kelompok kecil elit
penguasa di sekitarnya yang sekaligus merupakan pemegang kekayaan dan massa
petani yang tidak memiliki apa-apa selain tenaga mereka. Tanah dikuasai oleh
tuan tanah sebagai sumber ekonomi. Industrialisasi dan pertanian modern
(perkebunan) dilakukan oleh pengusaha asing yang bekerja sama dengan kaum
bangsawan, elit yang berkuasa, dan tuan tanah. Namun, para petani sama sekali
tidak tersentuh moal dan teknologi asing ini, kecuali kelompok buruh yang
bekerja di sektor industri dan perkebunan dengan upah yang rendah.
2) Sistem
Politik Otoriter
Menurut Huntington dan Finer, ciri sistem politik otoriter, paternalistic,
dan nepotistic, yang berdasarkan pada pola patron-klien menyebabkan militer
menjadi pengayom untuk hampir semua
kegiatan politik (organisasi dan ormas). Sementara struktur keamanan militer
ikut mengawasi birokrasi dengan model struktur pemerintahan ganda atau
bayangan.[2]
3) Sistem
Politik Totaliter
Menurut Peter
Schorder, sistem politik totaliter ditandai oleh hal-hal berikut,
a. Hanya
terdapat satu partai. Partai tersebut tidak memperoleh kekuasaannya dari para
pemilih dan tidak memandang kehendak rakyat sebagai batas kekuasaannya. Bahkan
partai inimenganggap bahwa tugas mereka adalah membentuk kehendak rakyat sesuai
bayangan mereka sendiri;
b. Cara
pandang terhadap dunia dipersamakan dengan agama. Cara pandang ini memberi
legitimasi bahwa mereka adalah “benar” dan tidak hanya sebatas mengenal kondisi
ideal masyarakat melainkan juga dapat mewujudkan dalam batas waktu tertentu;
c. Setiap
warga harus menerima cara pandang dunia yang dimiliki oleh para penguasa. Warga
negara tidak diperbolehkan menarik diri ke dalam ruang gerak bebas maupun
memilih untuk tidak ikut terlibat.
4) Sistem
Politik Diktator
a. Menurut Franz L. Neumann, system politik dictator ditandai dengan
pemerintahan oleh seseorang atau sekelompok orang yang memonopoli kekuasaan
dalam negara dan melaksanakannya tanpa batas, Tipe dictator dengan kekuasaan
ruang lingkup yang dimonopoli adalah sebagai berikut Diktator sederhana, Diktator kaisaristik, Diktator
totaliter[3]
b. Sistem Politik Demokrasi
Menurut Roberston, sistem politik demokrasi memiliki 2 ciri pokok, yaitu
sebagai berikut :
a. Partai-partai yang ada menyeleksi dan merangkum berbagai isu serta
menyajikan pada pemilih dalam sebuah platform atau janji
kampanye partai.
b. Partai pemenang pemilu dan menempatkan dirinya sebagai core system (pusat
sistem) bagi pemerintahan baru, dengan harapan bahwa janji-janji kampanye
mereka itu akan berubah menjadi kebijakan publik. Perubahan-perubahan kebijakan
tidak perlu harus melalui perdebatan yang kerap tidak efektif.
2.2 Bentuk Pemerintahan yang Dianut
Oleh Berbagai Negara
Pemerintahan adalah suatu organisasi yang mempunayi wewenang atau
kekuasaan untuk membuat dan menetapkan hukum serta undang-undang di suatu
daerah tertentu. Pada sistem pemerintahan, biasanya dibahas pula hubungannya
dengan bentuk dan struktur organisasi negara dengan penekanan pembahasan
mengenai fungsi-fungsi badan eksekutif dalam hubunganya dengan badan
legislatif.[4]
Bentuk
pemerintahan pada masa Yunani Kuno mengalami puncaknya. Para filsuf, seperti
Aristoteles, berpendapat bahwa suatu bentuk pemerintahan digolongkan menurut
jumlah orang yang memegang kekuasaan, sebagai berikut.
1.
Monarki
Monarki
adalah bentuk pemerintahan yang pada awal kekuasaannya mengatasnamakan
rakyat dengan baik dan dipercaya. Akan tetapi, adalam perjalanannya si penguasa
(Raja) tidak lagi menjalankan pemerintahan untuk kepentingan umum dan justru
menindas rakyat. Oleh karenanya, bentuk Monarki bergeser menjadi Tirani.
2.
Tirani
Saat
pemerintahan Tirani, timbul lah pemberontakan dari kaum bangsawan dan
pemerintahan diambil alih oleh kaum bangsawan yang pada awalnya juga
memerhatikan kepentingan umum. Akhirnya, pemerintahan Tirani bergeser menjadi
Aristokrasi.
3.
Aristrokasi
Pada
Awalnya, Aristrokasi memperhatikan kepentingan rakyat, kemudian tidak lagi
menjalankan keadilan dan hanya mementingkan diri sendiri dan kelompoknya
sehingga pemerintahan Aristokrasi bergeser ke Oligarki.
4.
Oligraki
Oligraki
adalah bentuk pemerintahan yang kekuasaan politiknya secara efektif dipegang
hanya oleh sejumlah elit kecil dari masyarakat, baik menurut kekayaan,
keluarga, atau militer. Sistem pemerintahan Oligarki tidak mempunyai keadilan,
kemudian rakyat mengambil alih kekuasaan untuk meperbaiki nasibnya. Rakyat
merebut kekuasaan negara demi kepentingan rakyat. Selanjutnya, pemerintahan
Oligarki bergeser ke Demokrasi.
5.
Demokrasi
Demokrasi
adalah bentuk kekuasaan negara tertinggi yang dipegang oleh rakyat dengan cara
pemilihan umum. Tujuan pemilihan umum adalah untuk memilih anggota perlemen
maupun kepala negara/kepala pemerintahan.
Pembagian
bentuk pemerintahan seperti di atas sudah tidak digunakan lagi. Adapun bentuk
pemerintahan yang sekarang diperguankan di berbagai negara adalah sebagai
berikut :
1. Monarki
Monarki
berasal dari kata Yunani "monos" yang berarti satu, dan
"archein" yang bermakna pemrintah. Monarki adalah sejenis
pemerintahan yang dipegang oleh seorang penguasa monarki. Monarki atau sistem
pemerintahan kerjaan merupakan sistem tertua di dunia. Pada abad ke-19, terdapat
kurang lebih 900 kerjaan di dunia, yang kemudian berubah menjadi 240 buah dalam
abad ke-20. Pada abad ke-20, hanya 40 kerajaan yang masih ada. Dari jumlah
tersebut hanya empat negara mempunyai penguasa monarki yang mutlak dan
selebihnya terbatas pada sistem konsitutsi. Bentuk Pemerintahan Monarki dibagi
menjadi 3 yaitu:
a. Monarki
Absolut
Seorang
araja memiliki kekuasan yang tidak terbatas (absolut). Pad sistem ini tidak ada
satu badan atau lembaga negara yang dapat membatasi kekuasaan raja sehingga
raja akan mudah membuat tindakan yang sewenag-wenang. Pada zaman ini, hanya
tersisa tiga monarki mutlak, yaitu: Arab Saudi, Brunei, Swaziland, Vatikan.
b. Monarki
Konstitusional
Monarki
konstitusional adalah sejenis monarki yang didirikan di bawah sistem konsitusional
yang mengakui raja sebagai kepala negara. Monarki konstitusional yang modern
biasanya menggunakan kosep Trias Politica. Saat ini, monarki konstitusioanl
disatukan dengan demokrasi parlementer, yaitu kerajaan masih di bawah kekuasaan
rakyat tetapi raja mempunyai pernanan tradisonal di dalam sebuah negara. Pada
hakikatnya sang perdana menteri, pemimpin yang dipilih oleh rakyat. Jadi
Perdana Menteri yang memerintah negara dan bukan raja. Beberapa sistem monarki
konstitusioanl mengikuti keturunan, misalnya di Malaysia.
c. Monarki
Parlementer
Monarki
Parlementer adalah kekuasaan perlemen yang besar. Kekuasaan tidak lagi dipegang
oleh raja, melainkan seorang perdana menteri. Bentuk pemerintahan Monarki
Parlementer berdasarkan dua asas berikut. Pertama, yang bertanggung jawab atas
seluruh kebijakansanaan pemerintah ialah menteri. Kedua, jika sebagian
perwakialn rakyat tidak setuju akan kebijakan tersebut, seorang menteri harus
rela meletakkan jabatannya. Saat ini hampir semua negara yang bentuk pemerintahannya
monarki menggunakan monarki parlementer, termasu Inggris.
2. Republik
Republik
adalah bentuk pemerintahan yang kepala negaranya bukan seorang raja, melainkan
presiden. Seorang presiden bertindak sebagai kepala negara tidak berdasarkan
warisan turun-temurun, tetapi dipilih secara langsung oleh rakyat maupun
dipilih oleh suatu lembaga/badan yang dikuasakan untuk itu. Bentuk pemerintahan
republik dibagi menjadi 3 yaitu:
a.
Republik Absolut
Presiden
memiliki kekuasaan yang tidak terbatas, inilah Republik Absolut. Mereka disebut
dengan Diktator, sama seperti pada Mnarki Absolut. Pada Republik Absolut juga
mudah sekali timbulanya tindakan yang sewenang-wenang.
b.
Republik Konstitusional
Kekuasaan
seorang presiden dibatasi oleh konstitusi. Dengan demikian segala aktivitas
presiden harus berdasarkan pada konstitusi.
c.
Republik Parlementer
Presiden
hanya berkedudukan sebagai kepala negara, sedangkan kepala pemerintahan
dilaksanakan oleh perdana menteri.
2.3 Sistem Pemerintahan yang Dianut
Oleh Berbagai Negara
Sistem
pemerintahan merupakan gabungan dari dua kata yaitu ‚sistem‛ dan
‚pemerintahan‛. Menurut Titik Triwulan Tutik, sistem adalah suatu keseluruhan
yang terdiri dari beberapa bagian yang mempunyai hubungan fungsional baik
antara bagian-bagian maupun hubungan fungsional terhadap keseluruhannya,
sehingga hubungan itu menimbulkan suatu ketergantungan antara bagian-bagian
yang akibatnya jika salah satu bagian tidak bekerja dengan baik akan
mempengaruhi keseluruhannya itu. Adapun pemerintahan dalam arti luas adalah
segala urusan yang dilakukan oleh negara dalam menyelenggarakan kesejahteraan
rakyatnya dan kepentingan negara sendiri. Karena itu apabila berbicara tentang
sistem pemerintahan pada dasarnya adalah membicarakan bagaimana pembagian
kekuasaan serta hubungan antara lembaga-lembaga negara menjalankan kekuasaan
negara itu, dalam rangka menyelenggarakan kepentingan rakyat.[5]
Sedangkan pemerintahan dalam arti sempit adalah perbuatan memerintah yang
dilakukan oleh badan eksekutif dan jajarannya dalam rangka mencapai tujuan
negara.[6]
Pada
garis besarnya sistem pemerintahan yang dilakukan pada negaranegara demokrasi
menganut sistem parlementer atau sistem presidensial ataupun bentuk variasi
yang disebabkan situasi dan kondisi berbeda sehingga melahirkan bentuk-bentuk
semua (quasi),[7]
misalnya quasi parlementer atau quasi presidensial.[8]
2.3.1.
Sistem
Pemerintahan Parlementer
Sistem parlementer adalah sebuah sistem
pemerintahan di mana parlemen memiliki peranan penting dalam pemerintahan.
Dalam hal ini parlemen memiliki wewenang dalm mengangkat perdana menteri dan
parlemen pun dapat menjatuhkan pemerintahan, yaitu : dengan cara mengeluarkan
semacam mosi tidak percaya. Sistem ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a.
Dikepalai oleh seorang perdana menteri
sebagai kepala pemerintahan sedangkan kepala negara dikepalai oleh presiden/
raja
b.
Kekuasaan eksekutif presiden ditunjuk
oleh legislatif sedangkan raja diseleksi berdasarkan undang-undang.
c.
Perdana menteri memiliki hak prerogratif
(hak istimewa) untuk mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri yang
memimpin departemen dan non-departemen.
d.
Menteri-menteri hanya bertanggung jawab
kepada kekuasaan legislatif.
e.
Kekuasaan eksekutif bertanggung jawab
kepada kekuasaan legislatif.
f.
Kekuasaan eksekutif dapat dijatuhkan
oleh legislatif.
g.
·
Kelebihan Sistem Pemerintahan
Parlementer
ü
Pembuat kebijakan dapat ditangani secara
cepat karena mudah terjadi penyesuaian pendapat antara eksekutif dan
legislatif. Hal ini karena kekuasaan eksekutif dan legislatif berada pada satu
partai atau koalisi partai.
ü
Garis tanggung jawab dalam pembuatan dan
pelaksanaan kebijakan publik jelas.
ü
Adanya pengawasan yang kuat dari
parlemen terhadap kabinet sehingga kabinet menjadi berhati-hati dalam
menjalankan pemerintahan.
·
Kekurangan Sistem Pemerintahan Parlementer
ü
Kedudukan badan eksekutif/kabinet sangat
tergantung pada mayoritas dukungan parlemen sehingga sewaktu-waktu kabinet
dapat dijatuhkan oleh parlemen.
ü
Kelangsungan kedudukan badan eksekutif
atau kabinet tidak bisa ditentukan berakhir sesuai dengan masa jabatannya
karena sewaktu-waktu kabinet dapat bubar.
ü
Kabinet dapat mengendalikan parlemen.
Hal itu terjadi apabila para anggota kabinet adalah anggota parlemen dan
berasal dari partai mayoritas. Karena pengaruh mereka yang besar diparlemen dan
partai, anggota kabinet dapat menguasai parlemen.
ü
Parlemen menjadi tempat kaderisasi bagi
jabatan-jabatan eksekutif. Pengalaman mereka menjadi anggota parlemen
dimanfaatkan dan menjadi bekal penting untuk menjadi menteri atau jabatan
eksekutif lainnya.
2.3.2.
Sistem Pemerintahan Presidensial
Sistem pemerintahan presidensial atau
disebut juga dengan sistem kongresional adalah sistem pemerintahan dimana badan
eksekutif dan legislatif memiliki kedudukan yang independen. Kedua badan
tersebut tidak berhubungan secara langsung seperti dalam sistem pemerintahan
parlementer. Mereka dipilih oleh rakyat secara terpisah. Sistem presidensial
tidak mengenal adanya lembaga pemegang supremasi tertinggi. Kedaulatan negara
dipisahkan (separation of power) menjadi tiga cabang kekuasaan, yakni
legislatif, eksekutif, dan yudikatif, yang secara ideal diformulasikan sebagai
”Trias Politica” oleh Montesquieu. Presiden dan wakil presiden dipilih langsung
oleh rakyat untuk masa kerja yang lamanya ditentukan konstitusi. Konsentrasi
kekuasaan ada pada presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan.
Dalam sistem presidensial para menteri adalah pembantu presiden yang diangkat
dan bertanggung jawab kepada presiden. Menurut Rod Hague, pemerintahan
presidensiil terdiri dari 2 unsur yaitu:
1. Presiden
yang dipilih rakyat memimpin pemerintahan dan mengangkat pejabat-pejabat
pemerintahan yang terkait.
2. Presiden
dengan dewan perwakilan memiliki masa jabatan yang tetap, tidak bisa saling
menjatuhkan.
Dalam sistem
presidensial, presiden memiliki posisi yang relatif kuat dan tidak dapat
dijatuhkan karena rendah subjektif seperti rendahnya dukungan politik. Namun
masih ada mekanisme untuk mengontrol presiden. Jika presiden melakukan
pelanggaran konstitusi, pengkhianatan terhadap negara, dan terlibat masalah
kriminal, posisi presiden bisa dijatuhkan. Bila ia diberhentikan karena
pelanggaran-pelanggaran tertentu, biasanya seorang wakil presiden akan
menggantikan posisinya.
Model ini dianut oleh
negara kita Indonesia, Amerika serikat,dan sebagian besar Negara Amerika latin.
Bentuk MPR sebagai majelis permusyawaratan-perwakilan dipandang lebih sesuai
dengan corak hidup kekeluargaan bangsa Indonesia dan lebih menjamin pelaksanaan
demokrasi politik dan ekonomi untuk terciptanya keadilan sosial,dan sebagai
ciri demokrasi Indonesia. Dalam struktur pemerintahan negara, MPR berkedudukan
sebagai supreme power dan penyelenggara negara yang tertinggi. DPR adalah
bagian dari MPR yang berfungsi sebagai legislatif. Presiden menjalankan tugas
MPR sebagai kekuasaan eksekutif tertinggi, sebagai mandataris MPR.
Sebagai penjelmaan
rakyat dan merupakan pemegang supremasi kedaulatan, MPR adalah penyelenggara
pemerintahan negara tertinggi, “pemegang” kekuasaan eksekutif dan legislatif.
DPR adalah bagian MPR yang menjalankan kekuasaan legislatif, sedangkan presiden
adalah mandataris yang bertugas menjalankan kekuasaan eksekutif. Bersama-sama,
DPR dan presiden menyusun undang-undang. DPR dan presiden tidak dapat saling
menjatuhkan seperti pada sistem parlementer maupun presidensial.
Sistem presidensial
dipandang mampu menciptakan pemerintahan negara berasaskan kekeluargaan dengan
stabilitas dan efektifitas yang tinggi. Sehingga para anggota legislatif bisa
lebih independent dalam membuat UU karena tidak khawatir dengan jatuh bangunnya
pemerintahan. Sistem presidensial mempunyai kelebihan dalam stabilitas
pemerintahan, demokrasi yang lebih besar dan pemerintahan yang lebih terbatas.
Adapun kekurangannya, kemandekan (deadlock) eksekutif-legislatif, kekakuan
temporal, dan pemerintahan yang lebih eksklusif.
Secara konstitusional,
DPR mempunyai peranan untuk menyusun APBN, mengontrol jalannya pemerintahan,
membuat undang-undang dan peranan lain seperti penetapan pejabat dan duta.
Presiden tak lagi bertanggung jawab pada DPR karena ia dipilih langsung oleh
rakyat.
Konstitusi RI jelas
telah menetapkan sistem pemerintahan presidensial. Pemerintahan presidensial
mengandalkan pada individualitas. Sistem pemerintahan presidensial bertahan
pada citizenship yang bisa menghadapi kesewenang-wenangan kekuasaan dan juga
kemampuan DPR untuk memerankan diri memformulasikan aturan main dan memastikan
janji presiden berjalan.
Pemerintahan
presidensial memang membutuhkan dukungan riil dari rakyat yang akan menyerahkan
mandatnya kepada capres. Namun, rakyat tak bisa menyerahkan begitu saja
mandatnya tanpa tahu apa yang akan dilakukan capres.
Dalam sistem
presidensial, presiden memiliki posisi yang relatif kuat dan tidak dapat
dijatuhkan karena rendah subjektif seperti rendahnya dukungan politik. Namun
masih ada mekanisme untuk mengontrol presiden. Jika presiden melakukan pelanggaran
konstitusi, pengkhianatan terhadap neagara, dan terlibat masalah kriminal,
posisi presiden bisa dijatuhkan. Bila ia diberhentikan karena
pelanggaran-pelanggaran tertentu, biasanya seorang wakil presiden akan
menggantikan posisinya. Model ini dianut oleh Amerika Serikat, Filipina,
Indonesia dan sebagian besar negara-negara Amerika Latindan Amerika Tengah.
Sistem ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a. Penyelenggara
negara berada ditangan presiden. Presiden adalah kepala negara sekaligus kepala
pemerintahan. Presiden tidak dipilih oleh parlemen, tetapi dipilih langsung
oleh rakyat atau suatu dewan majelis.
b. Kabinet
(dewan menteri) dibentuk oleh presiden. Kabinet bertangungjawab kepada presiden
dan tidak bertanggung jawab kepada parlemen atau legislatif.
c. Presiden
tidak bertanggungjawab kepada parlemen. Hal itu dikarenakanpresiden tidak
dipilih oleh parlemen.
d. Presiden
tidak dapat membubarkan parlemen seperti dalam sistem parlementer.
e. Parlemen
memiliki kekuasaan legislatif dan sebagai lembaga perwakilan. Anggota parlemen
dipilih oleh rakyat.
f. Presiden
tidak berada dibawah pengawasan langsung parlemen.
·
Kelebihan Sistem Pemerintahan
Presidensial :
ü
Badan eksekutif lebih stabil
kedudukannya karena tidak tergantung pada parlemen.
ü
Masa jabatan badan eksekutif lebih jelas
dengan jangka waktu tertentu. Misalnya, masa jabatan Presiden Amerika Serikat
adalah empat tahun, Presiden Indonesia adalah lima tahun.
ü
Penyusun program kerja kabinet mudah
disesuaikan dengan jangka waktu masa jabatannya.
ü
Legislatif bukan tempat kaderisasi untuk
jabatan-jabatan eksekutif karena dapat diisi oleh orang luar termasuk anggota
parlemen sendiri.
·
Kekurangan Sistem Pemerintahan
Presidensial :
ü Kekuasaan
eksekutif diluar pengawasan langsung legislatif sehingga dapat menciptakan
kekuasaan mutlak.
ü Sistem
pertanggungjawaban kurang jelas.
ü Pembuatan
keputusan atau kebijakan publik umumnya hasil tawar-menawar antara eksekutif
dan legislatif sehingga dapat terjadi keputusan tidak tegas dan memakan waktu
yang lama.
BAB
III
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
Untuk membedakan berbagai sistem politik di dunia
dapat dilakukan melalui dua criteria yaitu siapa yang memerintah dan ruang lingkup jangkauan kewenangan
pemerintah. Dan adapun sistem politik yang masih digunakan pada berbagai negara
yaitu Otokrasi Tradisional, sistem Otoriter, sistem Totaliter, sistem Diktator,
dan sistem Demokrasi.
Sistem pemerintahan di dunia terbagi atas sistem pemerintahan
parlementer dan presidensial. Pada umumnya, negara-negara di dunia menganut
salah satu dari sistem pemerintahan tersebut. Sistem parlementer adalah sebuah
sistem permerintahan di mana parlemen memiliki peranan penting dalam
pemerintahan. Dalam hal ini parlemen memiliki wewenang dalam mengangkat perdana
menteri dan parlemen pun dapat menjatuhkan pemerintahan, yaitu dengan cara
mengeluarkan semacam mosi tidak percaya. Berbeda dengan sistem presidensil, di
mana sistem parlemen dapat memiliki seorang presiden presiden dan seorang
perdana menteri, yang berwenang terhadap jalannya pemerintahan. Dalam
presidensil, presiden berwenang terhadap jalannya pemerintahan, namun dalam
sistem parlementer presiden hanya menjadi simbol kepala negara saja.
3.2.
SARAN
Dengan memahami sistem pemerintahan di berbagai negara,
terutama negara maju, diharapkan kita mampu membandingkannya dengan sistem
pemerintahan negara kita, sehingga kita dapat menyimpulkan bagaimana untuk memajukan negeri Indonesia
ini, serta dapat mengkritik sistem pemerintahan negara kita dengan
kritikan yang membangun.
DAFTAR
PUSTAKA
M.
Budiana, “ Sistem Politik dan Pemerintahan di Indonesia”, Jurnal Ilmu Politik, 13: 1, (JANUARI-JUNI 2014)
Retno Listyarti,
Setiadi, Pendidikan Kewarganegaraan Untuk
SMK dan MAK kelas X, (JAKARTA: ERLANGGA, 2008)
Retno
Listyarti, Setiadi, Pendidikan
Kewarganegaraan Untuk SMK dan MAK kelas X, (JAKARTA: ERLANGGA, 2008)
Titik
Triwulan Tutik, Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945
(Jakarta: Kencana, 2010)
Dasril
Radjab, Hukum Tata Negara Indonesia, (Jakarta : Rineka Cipta, 1994,
Titik
Triwulan Tutik, Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945
Prof.Dr.J.M
PAPASI, Ilmu Politik Teori dan Praktik
( YOGYAKARTA: GRAHA ILMU, 2010)
[1]M.
Budiana, “ Sistem Politik dan Pemerintahan di Indonesia”, Jurnal Ilmu Politik, 13: 1, (JANUARI-JUNI 2014)
[2]Retno
Listyarti, Setiadi, Pendidikan Kewarganegaraan
Untuk SMK dan MAK kelas X, (JAKARTA: ERLANGGA, 2008), 160
[3]Retno
Listyarti, Setiadi, Pendidikan
Kewarganegaraan Untuk SMK dan MAK kelas X, (JAKARTA: ERLANGGA, 2008), 161
[5]Titik
Triwulan Tutik, Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Amandemen UUD
1945, (Jakarta: Kencana, 2010), 147-148.
[6] Dasril
Radjab, Hukum Tata Negara Indonesia, (Jakarta : Rineka Cipta, 1994), 57
[7]Disebut
quasi karena jika dilihat dari salah satu sistem (parlemen atau presidensial),
dia bukan merupakan bentuk yang sebenarnya. Quasi pada dasarnya bentuk gabungan
antara kedua bentuk sistem pemerintahan tersebut. (Titik Trwulan Tutik, 148)
[8]Titik
Triwulan Tutik, Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Amandemen UUD
1945, 148
No comments:
Post a Comment